Diet Mediterania dan Penurunan Inflamasi

Dalam beberapa dekade terakhir, diet Mediterania menjadi perhatian luas sebagai strategi nutrisi yang tidak hanya menyehatkan jantung tetapi juga berpotensi menekan peradangan / inflamasi kronis dalam tubuh. Inflamasi sistemik kronis telah diketahui menjadi akar dari berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes tipe 2, dan bahkan kanker. Lalu, bagaimana diet Mediterania bekerja dalam mengurangi proses inflamasi tersebut?

Meta-Analisis Global: Penurunan CRP dan IL-6

Salah satu bukti paling kuat datang dari meta-analisis Schwingshackl & Hoffmann (2014) yang mengompilasi 17 studi uji klinis dari berbagai negara. Hasilnya menunjukkan bahwa preskripsi diet yang mengikuti prinsip Mediterania secara signifikan menurunkan kadar dua penanda pro-inflamasi utama: C-reactive protein (CRP) dan Interleukin-6 (IL-6). Selain itu, diet ini juga meningkatkan kadar adiponektin, sebuah protein anti-inflamasi yang berperan menjaga sensitivitas insulin dan metabolisme lemak.

Bukti Observasional dari Yunani hingga Amerika

Penelitian observasional pada lebih dari 3.000 orang dewasa di Yunani menunjukkan bahwa individu dengan kepatuhan tinggi terhadap diet Mediterania memiliki kadar CRP 20% lebih rendah dan IL-6 16% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak. Temuan serupa juga diperkuat oleh Nurse Health Study yang menemukan bahwa skor tinggi dalam Mediterranean Diet Score berkorelasi negatif dengan penanda inflamasi, khususnya CRP dan IL-6.

Bagaimana Diet Mediterania Menurunkan Inflamasi?

1. Minyak Zaitun: Lemak Sehat Anti-Inflamasi

Minyak zaitun kaya akan asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) yang terbukti lebih ramah bagi sistem imun dibandingkan lemak jenuh. Konsumsi tinggi MUFA dan PUFA (lemak tak jenuh ganda) secara konsisten dikaitkan dengan penurunan inflamasi, baik karena efek langsung anti-inflamasi maupun karena pergeseran dari konsumsi lemak jenuh yang pro-inflamasi.

2. Ikan: Sumber Omega-3 dan Vitamin D

Ikan seperti salmon dan cod merupakan sumber omega-3 dan vitamin D yang memiliki efek regulatif pada sistem kekebalan tubuh. Omega-3 bekerja dengan menekan produksi CRP dan menyeimbangkan sel T-helper (Th1 dan Th2), sementara vitamin D menghambat produksi sitokin pro-inflamasi dan meningkatkan sel T regulator.

3. Batasi Daging Merah: Kurangi Sumber Inflamasi

Diet Mediterania membatasi konsumsi daging merah dan daging olahan hingga dua kali seminggu. Daging merah mengandung tinggi lemak jenuh, yang dalam penelitian terbukti meningkatkan kadar CRP dan inflamasi sistemik. Dalam 100 gram daging sapi, terkandung sekitar 7 gram lemak jenuh—lebih tinggi dibandingkan ayam, ikan, atau bebek.

4. PUFA: Lemak Omega-3 yang Menyeimbangkan Imunitas

Asam lemak omega-3, terutama EPA dan DHA, ditemukan dapat menurunkan aktivitas pro-inflamasi dari sel T-helper tipe 1 dan meningkatkan produksi sitokin anti-inflamasi seperti IL-10. Omega-3 juga menekan proliferasi sel T dan memperkuat toleransi imunologis.

5. Antioksidan dan Polifenol dari Tumbuhan

Buah dan sayur dalam diet Mediterania mengandung polifenol dan antioksidan seperti vitamin C, E, karotenoid, dan flavonoid. Zat ini menetralisir radikal bebas dan menekan proses oksidatif, yang berperan penting dalam menurunkan risiko inflamasi kronis.

Konsumsi diet ini bahkan diperkirakan memenuhi asupan gizi harian berikut:

  • Beta-karoten: 6.000 µg
  • Vitamin E: 17 mg
  • Folat: 400 µg
  • Flavonoid: 300 mg
  • Selenium: 120 µg

Dampak Global: Potensi Intervensi Kesehatan Masyarakat

Mengingat bahwa inflamasi sistemik menjadi basis berbagai penyakit kronis, maka adopsi diet Mediterania sebagai pola makan sehat dapat menjadi strategi nasional dalam menekan beban penyakit tidak menular. Studi-studi terbaru juga membuktikan bahwa prinsip diet ini dapat diterapkan secara adaptif, termasuk di negara seperti Indonesia, dengan modifikasi bahan pangan lokal.


Referensi Pilihan

  • Schwingshackl, L., Hoffmann, G. (2014). Mediterranean dietary pattern, inflammation and endothelial function: a systematic review and meta-analysis. Nutr Metab Cardiovasc Dis.
  • Sánchez-Taínta, A. et al. (2008). Adherence to Mediterranean diet and cardiovascular risk. Eur J Cardiovasc Prev Rehabil.
  • Rocha, D.M., Bressan, J., Hermsdorff, H.H. (2017). Fatty acid intake and inflammatory gene expression. Sao Paulo Med J.
  • Shrivastava, A.K. et al. (2015). C-reactive protein, inflammation and coronary heart disease. Egyptian Heart Journal.
  • Han, J.M., Levings, M.K. (2013). Immune regulation in obesity-associated inflammation. J Immunol.

Pelajari Mengenai Diet dengan kelas di UGM Online Diet Mediterania

Instruktur :

Harry Freitag Luglio M, Ph.D., RD adalah seorang dietisien dengan latar belakang akademik dan profesional yang kuat di bidang weight loss, gizi kebugaran, dan nutrigenetik. Ia menyelesaikan pendidikan doktoralnya di bidang Ilmu Gizi dari Maastricht University (Belanda) dan memiliki sertifikasi sebagai Registered Dietitian (RD) dari Universitas Gadjah Mada. Dengan pendekatan berbasis sains dan teknologi, Harry telah banyak berkontribusi dalam pengembangan ilmu gizi modern di Indonesia, termasuk melalui penelitian, penulisan buku, serta keterlibatannya dalam pendidikan tinggi dan pengabdian masyarakat.

Sebagai pendiri Gizi Gama dan juga manajer UGM Online Harry aktif mengembangkan ekosistem edukasi gizi yang adaptif terhadap perkembangan digital dan kebutuhan profesional kesehatan. Ia juga kerap menjadi pembicara dalam forum nasional maupun internasional serta menjadi mitra berbagai institusi dalam pengembangan layanan gizi berbasis data dan inovasi. Komitmennya adalah menjembatani ilmu pengetahuan dan praktik lapangan guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia melalui intervensi gizi yang tepat dan berbasis bukti.