Bagaimana aktivitas manusia mempercepat perubahan iklim? Artikel ini membahas peran sektor energi, transportasi, industri, pertanian, dan deforestasi dalam meningkatkan gas rumah kaca, serta tantangan dan solusi global untuk mengatasi pemanasan global.
Pemanasan global yang terjadi saat ini tidak terlepas dari pengaruh aktivitas manusia. Sejak era industri, pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi, gas alam) dan perubahan penggunaan lahan secara masif telah melepaskan gas-gas rumah kaca dalam jumlah besar ke atmosfer. Gas-gas seperti karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), dan dinitrogen oksida (N₂O) menahan panas di dekat permukaan Bumi, memperkuat efek rumah kaca alami. Kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,1°C sejak periode pra-industri (1850–1900) sebagian besar disebabkan oleh emisi manusia. Konsentrasi CO₂ atmosfer kini telah meningkat 50% di atas level pra-industri, dari 280 ppm menjadi lebih dari 420 ppm, mempercepat pemanasan global.
Pemanasan global berdampak luas: pencairan es di kutub, kenaikan permukaan laut, peningkatan frekuensi cuaca ekstrem, kekeringan, badai, dan banjir. Panel iklim PBB (IPCC) menegaskan bahwa tanpa pengurangan emisi yang cepat dan signifikan, target pembatasan pemanasan hingga 1,5°–2°C akan sangat sulit dicapai. Pemahaman tentang peran aktivitas manusia menjadi krusial dalam menyusun strategi mitigasi perubahan iklim.
Sektor Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca
Energi (Listrik dan Panas)
Sektor energi adalah penyumbang utama emisi CO₂ global, mencakup 34% emisi GRK. Pembakaran batubara, minyak, dan gas di pembangkit listrik serta penggunaan panas di industri dan bangunan menjadi sumber utama. Transisi ke energi terbarukan (surya, angin, hidro) dan peningkatan efisiensi energi sangat diperlukan untuk menurunkan emisi sektor ini.
Transportasi
Transportasi menyumbang 15–16% emisi GRK global. Sekitar tiga perempat berasal dari kendaraan darat, sementara penerbangan dan pelayaran masing-masing menyumbang sekitar 2% dan 1,7%. Dekarbonisasi transportasi melalui kendaraan listrik, bahan bakar alternatif, dan pengembangan transportasi publik massal menjadi kunci mitigasi.
Industri
Sektor industri menyumbang sekitar 24% emisi global dari pembakaran energi, ditambah 5% dari proses industri (produksi semen, baja, kimia). Inovasi dalam efisiensi energi, proses rendah karbon (green steel), dan daur ulang material menjadi bagian penting pengurangan emisi di sektor ini.
Pertanian
Pertanian menghasilkan 10–12% emisi GRK global, terutama metana dari ternak dan sawah serta N₂O dari pupuk nitrogen. Perubahan praktik pertanian dan pola konsumsi (diet rendah daging) dapat membantu menurunkan emisi sektor ini.
Kehutanan (Perubahan Tata Guna Lahan)
Deforestasi dan degradasi lahan menyumbang sekitar 2–3% emisi global. Deforestasi melepaskan karbon tersimpan di biomassa dan tanah, sementara hutan utuh menyerap sekitar 29% emisi CO₂ tahunan. Menjaga hutan dan meningkatkan reforestasi menjadi strategi mitigasi utama.
Limbah
Sektor limbah menyumbang sekitar 3% emisi global, terutama dari metana dan N₂O hasil dekomposisi bahan organik di TPA dan limbah cair. Pengurangan emisi dapat dilakukan melalui pengomposan, daur ulang, dan penangkapan metana.
Faktor Sosial-Ekonomi dan Budaya
Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan populasi global dari 1,6 miliar (1900) menjadi lebih dari 8 miliar (2023) meningkatkan kebutuhan energi dan pangan, mendorong emisi.
Urbanisasi
Urbanisasi menyebabkan 70% emisi CO₂ global. Kota yang dikelola dengan baik bisa mengurangi emisi per kapita, namun ekspansi kota yang tidak berkelanjutan meningkatkan tekanan iklim.
Gaya Hidup Konsumtif
Gaya hidup boros karbon di negara maju dan golongan berpendapatan tinggi memperbesar jejak emisi. Transformasi menuju gaya hidup berkelanjutan sangat penting.
Globalisasi
Globalisasi meningkatkan emisi melalui produksi global yang berpindah ke negara-negara dengan standar emisi longgar dan melonjaknya transportasi global.
Dampak Historis dan Tren Emisi Sejak Revolusi Industri
Sejak revolusi industri, emisi GRK global meningkat pesat. Setelah Perang Dunia II, emisi melonjak akibat ledakan populasi dan industrialisasi. Negara-negara maju memiliki utang karbon historis lebih besar. Kini, China, AS, India, dan Uni Eropa menjadi penyumbang utama emisi tahunan global. Suhu global telah naik 1,1°C, permukaan laut naik sekitar 20 cm sejak 1900, dan laju pemanasan terus meningkat.
Studi Kasus Indonesia
Deforestasi dan Kebakaran Hutan
Indonesia, dengan hutan tropis dan lahan gambut luas, berkontribusi besar pada emisi global akibat deforestasi dan kebakaran. Moratorium izin hutan dan REDD+ diharapkan menekan emisi sektor ini.
Konsumsi Energi
Lebih dari 60% listrik Indonesia berasal dari batubara. Emisi CO₂ meningkat tiga kali lipat sejak 1990-an. Target NDC dan transisi ke energi terbarukan mendesak untuk dicapai.
Transportasi Perkotaan
Transportasi perkotaan menyumbang 25% emisi energi. Upaya seperti MRT, LRT, kendaraan listrik, dan BRT penting untuk mengurangi emisi di kota-kota besar.
Ketahanan Wilayah Pesisir
Kenaikan permukaan laut dan penurunan muka tanah mengancam pesisir Indonesia. Restorasi mangrove dan pembangunan infrastruktur adaptif diperlukan untuk melindungi wilayah pesisir.
Peran Kebijakan, Inovasi, dan Teknologi Rendah Karbon
Kebijakan
Implementasi kebijakan progresif seperti penetapan harga karbon, penghapusan subsidi fosil, dan perlindungan hutan dapat mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Inovasi Teknologi
Energi terbarukan, kendaraan listrik, CCUS, dan teknologi efisiensi energi memberikan peluang besar untuk mengurangi emisi. Sinergi kebijakan dan teknologi diperlukan untuk transformasi sistemik.
Harapan di Masa Depan
Dengan lebih dari 130 negara berkomitmen net-zero emissions, dekade 2020-an menjadi krusial untuk menurunkan emisi global. Pilihan ada di tangan manusia untuk mempercepat atau memperlambat krisis iklim, menuju masa depan yang stabil dan berkelanjutan.
Pelajari mengenai perubahan iklim dan bagaimana upaya menanganinya melalui kelas di UGM Online Climate Change (1): Konsep Dasar Perubahan Iklim
Instruktur :
Dr. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., IPU, ASEAN Eng. adalah dosen dan peneliti senior di Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, dengan kepakaran di bidang ilmu kehutanan, pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), serta konservasi sumber daya hutan. Selama lebih dari dua dekade, beliau aktif mengembangkan berbagai kajian dan proyek ilmiah yang berfokus pada mitigasi bencana hidrometeorologis, manajemen sumber daya air, serta dampak perubahan tutupan lahan terhadap risiko lingkungan. Keilmuan beliau sangat relevan dalam menjawab tantangan perubahan iklim, terutama yang berkaitan dengan kelestarian ekosistem dan pengelolaan lanskap berkelanjutan.
Dr. Hatma aktif mengembangkan berbagai riset terapan terkait respons hidrologi dan konservasi DAS, sekaligus memimpin berbagai kajian tentang strategi pengurangan risiko bencana banjir, longsor, dan kekeringan yang terkait erat dengan perubahan iklim. Ia juga secara intensif terlibat dalam implementasi praktik Climate Smart Village (CSV) bersama kelompok masyarakat rentan, mendukung ketahanan pangan serta memperkuat kapasitas adaptasi masyarakat menghadapi tantangan perubahan iklim. Komitmen terhadap pengabdian masyarakat, transfer pengetahuan dan penerapan teknologi tepat guna menjadi kegiatan rutin yang sering dilakukan bersama tim kerjanya di tingkat lokal maupun nasional.
Referensi
Churkina, G. (2016). The role of urbanization in the global carbon cycle. Frontiers in Ecology and Evolution, 3, 144. DOI: 10.3389/fevo.2015.00144.
Climate Action Tracker. (2023, November). Indonesia – Country Summary. Retrieved from https://climateactiontracker.org/countries/indonesia/ (accessed 20 April 2025).
Harvey, F. (2020, September 20). World’s richest 1% cause double CO2 emissions of poorest 50%, says Oxfam. The Guardian. Retrieved from https://www.theguardian.com/environment/2020/sep/21/worlds-richest-1-cause-double-co2-emissions-of-poorest-50-says-oxfam.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2021). Climate Change 2021: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Sixth Assessment Report of the IPCC [V. Masson-Delmotte et al. (eds.)]. Cambridge University Press. DOI: 10.1017/9781009157896.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2023). Climate Change 2023: Synthesis Report. Contribution of Working Groups I, II and III to the Sixth Assessment Report of the IPCC [Core Writing Team, A. Pirani & P. du Pratt (eds.)]. IPCC, Geneva.
Lamb, K. (2015, October 26). Indonesia’s fires labelled a ‘crime against humanity’ as 500,000 suffer. The Guardian. Retrieved from https://www.theguardian.com/world/2015/oct/26/indonesias-fires-crime-against-humanity-hundreds-of-thousands-suffer.
Ritchie, H., & Roser, M. (2020, September 18). Sector by sector: where do global greenhouse gas emissions come from? Our World in Data. Retrieved from https://ourworldindata.org/ghg-emissions-by-sector.
Wang, C., Mahmood, H., & Khalid, S. (2024). Examining the impact of globalization and natural resources on environmental sustainability in G20 countries. Scientific Reports, 14, Article 30921. DOI: 10.1038/s41598-024-81613-6.
Greenhouse gas emissions. (2023, October 19). Wikipedia. Retrieved April 20, 2025, from https://en.wikipedia.org/wiki/Greenhouse_gas_emissions.

