Pelajari faktor alami penyebab perubahan iklim, dari variasi aktivitas Matahari, letusan gunung berapi besar, siklus orbit Bumi, hingga fenomena El Niño. Temukan bagaimana faktor-faktor ini memengaruhi iklim global dan perannya dalam konteks perubahan iklim saat ini.
Perubahan iklim tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Sepanjang sejarah Bumi, berbagai faktor alami juga memengaruhi variabilitas iklim, baik dalam skala waktu pendek maupun panjang. Mulai dari siklus 11 tahunan Matahari, letusan gunung berapi besar, siklus orbit Bumi yang berlangsung puluhan ribu tahun, hingga fenomena atmosfer-laut seperti El Niño, semuanya berperan dalam membentuk iklim global.
Variasi Aktivitas Matahari
Matahari, sebagai sumber utama energi Bumi, memiliki siklus aktivitas sekitar 11 tahun yang ditandai oleh perubahan jumlah bintik matahari atau sunspots. Pada puncak siklus, energi yang dipancarkan meningkat sekitar 0,1%. Meskipun peningkatan ini relatif kecil, dampaknya tetap terukur, terutama di lapisan atas atmosfer. Sejarah mencatat bahwa fase aktivitas rendah, seperti Maunder Minimum (1645-1715), bertepatan dengan periode pendinginan global yang dikenal sebagai Little Ice Age. Namun, secara keseluruhan, kontribusi variasi Matahari terhadap pemanasan global modern tergolong kecil, sekitar ±0,1–0,2°C.
Letusan Gunung Api Besar dan Dampaknya
Letusan vulkanik besar dapat memicu pendinginan global sementara. Ketika material vulkanik, terutama sulfur dioksida, mencapai stratosfer, ia membentuk aerosol sulfat yang memantulkan sinar Matahari. Efek pendinginan ini dapat bertahan 1–3 tahun. Contoh paling terkenal adalah letusan Tambora 1815 yang menyebabkan “Tahun Tanpa Musim Panas” di 1816. Letusan Pinatubo 1991 juga menurunkan suhu global sekitar 0,4–0,5°C. Meskipun efek vulkanik bersifat temporer, rentetan letusan besar dapat memperkuat periode pendinginan seperti yang terjadi pada Little Ice Age.
Siklus Orbit Bumi (Siklus Milankovitch)
Dalam skala puluhan ribu tahun, perubahan orbit Bumi memengaruhi distribusi energi Matahari yang diterima di berbagai lintang dan musim. Siklus eksentrisitas (100 ribu tahun), kemiringan sumbu (41 ribu tahun), dan presesi (21 ribu tahun) berperan dalam memicu siklus glasial-interglasial. Ketika kombinasi siklus ini menghasilkan musim panas yang lebih sejuk di lintang tinggi, lapisan es dapat tumbuh dan memicu zaman es. Sebaliknya, peningkatan insolasi dapat mengakhiri zaman es. Siklus Milankovitch telah terbukti sebagai penggerak utama perubahan iklim prasejarah, tetapi tidak bertanggung jawab atas pemanasan cepat di era industri.
Fenomena Sirkulasi Laut dan Atmosfer (ENSO)
Fenomena El Niño–Southern Oscillation (ENSO) adalah variabilitas internal iklim yang paling signifikan dalam skala tahunan. El Niño memanaskan permukaan laut di Pasifik timur, meningkatkan suhu global sementara, sementara La Niña mendinginkan. ENSO memengaruhi pola curah hujan dan suhu di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Saat El Niño kuat, Indonesia sering mengalami kekeringan dan peningkatan kebakaran hutan, seperti yang terjadi pada 1997-1998 dan 2015-2016. Namun, ENSO adalah fluktuasi alami jangka pendek yang tidak mengubah tren pemanasan jangka panjang.
Faktor Iklim Alami Historis
Periode glasial-interglasial, Medieval Warm Period (MWP), dan Little Ice Age (LIA) adalah contoh penting dari perubahan iklim alami. MWP, sekitar abad ke-10 hingga ke-13, ditandai oleh suhu hangat di sebagian wilayah seperti Eropa Utara. LIA, dari abad ke-15 hingga ke-19, menunjukkan pendinginan global ringan, dipengaruhi oleh kombinasi aktivitas Matahari yang rendah dan rangkaian letusan vulkanik besar. Namun, pemanasan global yang cepat sejak abad ke-20 melebihi variabilitas alami tersebut, menunjukkan dominasi pengaruh gas rumah kaca antropogenik.
Faktor-faktor alami telah membentuk iklim Bumi sepanjang sejarah. Variasi Matahari, letusan gunung berapi, siklus orbit, dan fenomena ENSO menjelaskan fluktuasi iklim jangka pendek hingga panjang. Namun, ilmuwan sepakat bahwa pemanasan global modern yang cepat dalam 150 tahun terakhir tidak dapat dijelaskan oleh faktor alami semata. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia menjadi pendorong utama tren pemanasan saat ini. Memahami peran faktor alami membantu kita membedakan antara variabilitas alamiah dan dampak antropogenik, serta memperkuat urgensi mitigasi perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
Pelajari mengenai perubahan iklim dan bagaimana upaya menanganinya melalui kelas di UGM Online Climate Change (1): Konsep Dasar Perubahan Iklim
Instruktur :
Dr. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., IPU, ASEAN Eng. adalah dosen dan peneliti senior di Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, dengan kepakaran di bidang ilmu kehutanan, pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), serta konservasi sumber daya hutan. Selama lebih dari dua dekade, beliau aktif mengembangkan berbagai kajian dan proyek ilmiah yang berfokus pada mitigasi bencana hidrometeorologis, manajemen sumber daya air, serta dampak perubahan tutupan lahan terhadap risiko lingkungan. Keilmuan beliau sangat relevan dalam menjawab tantangan perubahan iklim, terutama yang berkaitan dengan kelestarian ekosistem dan pengelolaan lanskap berkelanjutan.
Dr. Hatma aktif mengembangkan berbagai riset terapan terkait respons hidrologi dan konservasi DAS, sekaligus memimpin berbagai kajian tentang strategi pengurangan risiko bencana banjir, longsor, dan kekeringan yang terkait erat dengan perubahan iklim. Ia juga secara intensif terlibat dalam implementasi praktik Climate Smart Village (CSV) bersama kelompok masyarakat rentan, mendukung ketahanan pangan serta memperkuat kapasitas adaptasi masyarakat menghadapi tantangan perubahan iklim. Komitmen terhadap pengabdian masyarakat, transfer pengetahuan dan penerapan teknologi tepat guna menjadi kegiatan rutin yang sering dilakukan bersama tim kerjanya di tingkat lokal maupun nasional.
Referensi
Berger, A. (2012). Milankovitch cycles. In Encyclopedia of Sustainability Science and Technology. Springer. (Penjelasan teoritis siklus orbit Bumi dan pengaruhnya terhadap iklim).
Gray, L. J., Beer, J., Geller, M., Haigh, J. D., Lockwood, M., et al. (2010). Solar influences on climate. Reviews of Geophysics, 48(4), RG4001. https://doi.org/10.1029/2009RG000282
Miller, G. H., Geirsdóttir, Á., Zhong, Y., Larsen, D. J., Otto-Bliesner, B. L., et al. (2012). Abrupt onset of the Little Ice Age triggered by volcanism and sustained by sea-ice/ocean feedbacks. Geophysical Research Letters, 39(2), L02708. https://doi.org/10.1029/2011GL050168
Neukom, R., Steiger, N., Gómez-Navarro, J. J., Wang, J., & Werner, J. P. (2019). No evidence for globally coherent warm and cold periods over the preindustrial Common Era. Nature, 571(7766), 550–554. https://doi.org/10.1038/s41586-019-1401-2
Oppenheimer, C. (2011). Eruptions that Shook the World. Cambridge University Press. (Buku yang membahas letusan-letusan vulkanik besar dalam sejarah dan dampaknya terhadap iklim dan peradaban).
Timmermann, A., An, S.-I., Kug, J.-S., & et al. (2021). Changing El Niño–Southern Oscillation in a warming climate. Nature Reviews Earth & Environment, 2, 628–644. https://doi.org/10.1038/s43017-021-00199-z
Voiland, A. (2016). El Niño Brought Drought and Fire to Indonesia. NASA Earth Observatory (January 6, 2016). Retrieved from https://earthobservatory.nasa.gov/images/87204
Pultarova, T. (2022, June 14). Milankovitch cycles: What are they and how do they affect Earth? Space.com. Retrieved from https://www.space.com/milankovitch-cycles

